Cryptoharian – Penutupan pemerintahan (government shutdown) di Amerika Serikat telah menjadi hambatan besar bagi upaya regulasi pasar kripto. RUU struktur pasar aset digital yang ditujukan untuk memperjelas kewenangan antara SEC dan CFTC kini terancam mandek, di tengah ketegangan politik dan bayang-bayang pemilu paruh waktu 2026.
Memasuki minggu kedua shutdown, ribuan pegawai federal diliburkan, termasuk staf-staf penting yang terlibat dalam penyusunan RUU kripto.
Melansir dari coinpedia.org, Kristin Smith dari Solana Policy Institute menyebut kondisi ini sebagai kemunduran terbesar bagi regulasi kripto di Amerika saat ini.
Tanpa partisipasi aktif dari badan-badan pengatur, diskusi penting kehilangan masukan dari para penasihat utama.
Sementara itu, Ron Hammond dari Wintermute memperkirakan peluang RUU ini disahkan sebelum akhir tahun hanya 60 persen, dan bisa menurun tajam jika shutdown terus berlanjut.
Strategi Politik Jelang Pemilu 2026 Tambah Tekanan
Selain teknis, masa depan regulasi kripto kini semakin dipengaruhi kalkulasi politik. Dengan pemilu paruh waktu 2026 semakin dekat, banyak anggota kongres diperkirakan akan mengutamakan kampanye dibanding pengesahan undang-undang kompleks.
Beberapa politisi dari partai Demokrat bahkan mulai mengaitkan Presiden AS Donald Trump dengan proyek-proyek kripto kontroversial seperti koin meme Trump dan World Liberty Financial, sebagai bagian dari narasi kampanye.
CEO Saga, Rebecca Liao menegaskan bahwa kebijakan kripto terlalu penting untuuk diabaikan, tetapi shutdown berkepanjangan bisa membuat banyak politisi menjaga jarak dari isu ini.
Baca Juga: FOMC Minutes Dipublikasi Esok Hari! Bagaimana Nasib Bitcoin?
RUU Struktur Pasar Kripto Lebih Rumit dari RUU Stablecoin
RUU yang saat ini diajukan jauh lebih kompleks dibanding GENIUS Act, regulasi stablecoin yang lebih dahulu lolos tahun ini.
Isu-isu krusial yang diperdebatkan meliputi:
- Definisi aset turunan (ancillary assets).
- Penerapan aturan pengiriman uang (money transmission) ke jaringan terdesentralisasi.
- Terminologi seputar desentralisasi, yang menurut mantan penasihat SEC Teresa Goody Guillen terlalu teknis dan beresiko membingungkan pelaku industri.
“Bahasa dalam RUU terlalu bergantung pada istilah teknikal. Ini bisa menghambat penerapan dan inovasi,” ungkap Guillen.
Namun, ada optimisme. Summer Mersinger dari Blockchain Association menegaskan bahwa ada konsensus bipartisan tentang perlunya regulasi kripto yang jelas dan seimbang.
“Meskipun momentum terganggu, kolaborasi lintas partai masih mungkin melahirkan kerangka kerja yang mendorong inovasi,” ujarnya.
Pasar Kripto Langsung Merespons
Ketidakpastian legislatif ini langsung tercermin di pasar, dengan menurunnya Bitcoin ke angka US$ 121.000. Selain itu, kapitalisasi pasar kripto global anjlok ke US$ 4,15 triliun, serta 180.000 lebih posisi long dilikuidasi. Hal ini pun memicu tekanan jual besar-besaran di ETH, SOL dan altcoin utama lainnya.
Sebagian analis juga menyebut aksi ambil untung pasca reli-Bitcoin ke US$ 126.000 sebagai faktor korektif, diperparah oleh kekhawatiran potensi bubble pasar AI yang sedang dibahas Wall Street.
Ron Hammond menambahkan bahwa ketidakpastian regulasi kripto di Amerika sangat memengaruhi sentimen pasar. Trader saat ini memilih menunggu arah yang lebih jelas dari Washington.